Rabu, 24 Desember 2014

Sekilas Tentang Ungkapan, Makna dan Fungsi Bahasa Jawa

      1. Ungkapan Bahasa Jawa
Ungkapan merupakan gabungan kata yang maknanya sudah menyatu dan tidak ditafsirkan dengan makna unsur yang membentuknya. Idiom atau disebut juga dengan ungkapan adalah gabungan kata yang membentuk arti baru dimana tidak berhubungan dengan kata pembentuk dasarnya. Ungkapan adalah gabungan dua kata atau lebih yang digunakan seseorang dalam situasi tertentu untuk mengkiaskan suatu hal. Ungkapan terbentuk dari gabungan dua kata atau lebih. Gabungan kata ini jika tidak ada konteks yang menyertainya memiliki dua kemungkinan makna, yaitu makna sebenarnya (denotasi) dan makna tidak sebenarnya (makna kias atau konotasi) (sumber: amun demikian, dalam penelitian ini, satuan lingual yang dibahas hanya kata, frasa, dan maksud kedua satuan lingual berdasarkan konteks sosial dan budayanya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Kata adalah sederetan huruf yang diapit dua spasi dan mempunyai arti. Menurut Bloomfield (dalam Chaer, 994:163), “kata adalah satuan bebas terkecil (a minimal free form).” Sasangka (2008:38) mengklasifikasikan kata dalam berbahasa Jawa menjadi: 1) tembung lingga (kata dasar) contohnya: pari, pitik, mustaka, 2) tembung andhahan (kata jadian) contohnya: macul, nutup, ngancing, 3) tembung rangkep (reduplikasi), contohnya: lelara, wewadi, memangan, 4) tembung camboran (kata majemuk), contohnya: maratuwa, nagasari, semar mendem.
Selanjutnya, Parera (1993 : 32) mengemukakan bahwa frasa adalah suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah pola kalimat maupun tidak. Senada dengan pengertian di atas Ramlan (dalam Djumingin, 2001: 3) mengemukakan bahwa frasa dalah satuan limguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas subjek atau predikat dengan kata lain sifatnya tidak predikatif. Demikian pula yang di kemukakan oleh Chaer (1994: 222) bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat. Sehingga dapat disimpulkan frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang mengisi salah satu fungsi dalam kalimat yang tidak melampaui batas subjek.


      1. Makna Ungkapan Bahasa Jawa
Pengertian sense ‘makna’ dalam semantik dibedakan dalam meaning ‘arti’. Sense ‘makna’ adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri. Mengkaji dan memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan makna yang membuat kata-kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Sedangkan meaning ‘arti’ menyangkut makna kata leksikal dari kata-kata itu sendiri, yang cenderung terdapat dalam kamus sebagai leksikon. Makna erat kaitannya dengan semantik, oleh karena itu istilah ungkapan bahasa Jawapada tuturan petani jagung akan dilihat dari segi makna leksikal dan makna kultural.

  1. Makna leksikal
Makna leksikal adalah makna yang ada pada leksem-leksem atau makna kata yang  berdiri sendiri, baik dalam bentuk leksem atau berimbuhan. Menurut Kridalaksana (2001:133) menyatakan bahwa makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain, makna leksikal ini mempunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. Sedangkan menurut Djajasudarma (1993:13) makna leksikal adalah makna kata-kata yang dapat berdiri sendiri, baik dalam  bentuk tuturan maupun dalam bentuk kata dasar.
  1. Makna kultural
Makna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat dalam hubungannya dengan budaya tertentu (Abdullah, 999:3) Makna kultural diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol adalah objek atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu. Simbol adalah objek atau peristiwa yang merujuk pada sesuatu. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa makna kultural adalah makna yang ada pada masyarakat, yang berupa simbol-simbol dan dijadikan patokan dalam kehidupan sehari-hari dalam bersikap dan berperilaku. Makna kultural sangat erat hubungannya dengan kebudayaan, karena makan atersebut akan timbul sesuai dengan budaya masyarakat sekitar.

      1. Fungsi Ungkapan Bahasa Jawa
Fungsi ungkapan menurut Dananjaja (1991:169) adalah sebagai penebal emosi keagamaan sebagai proyeksi khayalan suatu kolektif yang berasal dari halusinasi seseorang yang sedang mengalami gangguan jiwa dalam bentuk makhluk alam gaib, sebagai alam pendidikan anak atau remaja, sebagai penjelasan yang dapat diterima akal sehat dan untuk menghibur orang yang sedang mengalami musibah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar