- Ungkapan Bahasa Jawa
Ungkapan merupakan
gabungan kata yang maknanya sudah menyatu dan tidak ditafsirkan
dengan makna unsur yang membentuknya. Idiom atau disebut juga dengan
ungkapan adalah gabungan kata yang membentuk arti baru dimana tidak
berhubungan dengan kata pembentuk dasarnya. Ungkapan adalah gabungan
dua kata atau lebih yang digunakan seseorang dalam situasi tertentu
untuk mengkiaskan suatu hal. Ungkapan terbentuk dari gabungan dua
kata atau lebih. Gabungan kata ini jika tidak ada konteks yang
menyertainya memiliki dua kemungkinan makna, yaitu makna sebenarnya
(denotasi) dan makna tidak sebenarnya (makna kias atau konotasi)
(sumber: amun demikian, dalam penelitian ini, satuan lingual yang
dibahas hanya kata, frasa, dan maksud kedua satuan lingual
berdasarkan konteks sosial dan budayanya.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2007) kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau
dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran
yang dapat digunakan dalam berbahasa. Kata adalah sederetan huruf
yang diapit dua spasi dan mempunyai arti. Menurut Bloomfield (dalam
Chaer, 994:163), “kata adalah satuan bebas terkecil (a minimal free
form).” Sasangka (2008:38) mengklasifikasikan kata dalam berbahasa
Jawa menjadi: 1) tembung lingga (kata dasar) contohnya: pari,
pitik, mustaka, 2) tembung andhahan (kata jadian)
contohnya: macul, nutup, ngancing, 3) tembung rangkep
(reduplikasi), contohnya: lelara, wewadi, memangan, 4) tembung
camboran (kata majemuk), contohnya: maratuwa, nagasari, semar
mendem.
Selanjutnya, Parera
(1993 : 32) mengemukakan bahwa frasa adalah suatu konstruksi yang
dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah
pola kalimat maupun tidak. Senada dengan pengertian di atas Ramlan
(dalam Djumingin, 2001: 3) mengemukakan bahwa frasa dalah satuan
limguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau
lebih yang tidak melampaui batas subjek atau predikat dengan kata
lain sifatnya tidak predikatif. Demikian pula yang di kemukakan oleh
Chaer (1994: 222) bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang berupa
gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat.
Sehingga dapat disimpulkan frasa adalah gabungan dua kata atau lebih
yang mengisi salah satu fungsi dalam kalimat yang tidak melampaui
batas subjek.
- Makna Ungkapan Bahasa Jawa
Pengertian sense
‘makna’ dalam semantik dibedakan dalam meaning
‘arti’. Sense
‘makna’ adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu
sendiri. Mengkaji dan memberikan makna suatu kata ialah memahami
kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan makna yang
membuat kata-kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Sedangkan
meaning
‘arti’ menyangkut makna kata leksikal dari kata-kata itu sendiri,
yang cenderung terdapat dalam kamus sebagai leksikon. Makna erat
kaitannya dengan semantik, oleh karena itu istilah ungkapan bahasa
Jawapada tuturan petani jagung akan dilihat dari segi makna leksikal
dan makna kultural.
- Makna leksikal
Makna leksikal
adalah makna yang ada pada leksem-leksem atau makna kata yang
berdiri sendiri, baik dalam bentuk leksem atau berimbuhan.
Menurut Kridalaksana (2001:133) menyatakan bahwa makna leksikal
adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan
lain-lain, makna leksikal ini mempunyai unsur-unsur bahasa lepas dari
penggunaannya atau konteksnya. Sedangkan menurut Djajasudarma
(1993:13) makna leksikal adalah makna kata-kata yang dapat berdiri
sendiri, baik dalam bentuk tuturan maupun dalam bentuk kata
dasar.
- Makna kultural
Makna kultural
adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat dalam hubungannya
dengan budaya tertentu (Abdullah, 999:3) Makna kultural diciptakan
dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol adalah objek atau peristiwa
apapun yang merujuk pada sesuatu. Simbol adalah objek atau peristiwa
yang merujuk pada sesuatu. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa
makna kultural adalah makna yang ada pada masyarakat, yang berupa
simbol-simbol dan dijadikan patokan dalam kehidupan sehari-hari dalam
bersikap dan berperilaku. Makna kultural sangat erat hubungannya
dengan kebudayaan, karena makan atersebut akan timbul sesuai dengan
budaya masyarakat sekitar.
- Fungsi Ungkapan Bahasa Jawa
Fungsi ungkapan
menurut Dananjaja (1991:169) adalah sebagai penebal emosi keagamaan
sebagai proyeksi khayalan suatu kolektif yang berasal dari halusinasi
seseorang yang sedang mengalami gangguan jiwa dalam bentuk makhluk
alam gaib, sebagai alam pendidikan anak atau remaja, sebagai
penjelasan yang dapat diterima akal sehat dan untuk menghibur orang
yang sedang mengalami musibah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar