A.
PENGERTIAN
PRAGMATIK
1.
Leech (1993: 8) juga mengartikan
pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi
ujar (speech situasions).
2.
Menurut Levinson (1983: 9), ilmu
pragmatik didefinisikan sebagai berikut:
(1) Pragmatik
ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan
pengertian bahasa”. Di sini, “pengertian/pemahaman bahasa” menghunjuk kepada
fakta bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga
pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya
dengan konteks pemakaiannya.
(2) Pragmatik
ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahsa mengaitkan kalimat-kalimat dengan
konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu”.
(Nababan, 1987: 2)
(Nababan, 1987: 2)
3.
Pragmatik juga diartikan sebagai
syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam
komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang
memberikan sumbangan kepada makna ujaran (Kridalaksana, 1993: 177)
4.
Menurut Verhaar (1996: 14), pragmatik
merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk
struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan
sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang
dibicarakan.
5.
Purwo (1990: 16) mendefinisikan
pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan (utterance) menggunakan makna
yang terikat konteks. Sedangkan memperlakukan bahasa
secara pragmatik ialah memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya,
yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi (Purwo, 1990: 31).
B.
PERBEDAAN
PRAGMATIK, SINTAKSIS, SEMANTIK, SEMIOTIK, DAN HERMENEUTIK
1. Pragmatik studi
tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situasions)
{Leech (1993: 8)}
2. Sintaksis
: ilmu tentang hubungannya antara satu kata dengan kata lain dalam satu kalimat
3. Semantik
:
4. Semiotik
: Semiotik (semiotics) berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda
atau sign. Tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat
komunikatif, mampu menggantikan suatu yang lain (stand for something else) yang
dapat dipikirkan atau dibayangkan (Broadbent, 1980). Semiotik adalah ilmu yang
mempelajari sistem tanda atau teori tentang pemberian tanda.
5. Hermeneutik
: Menurut ilmu bahasa, kata hermenutika berasal dari bahasa Yunani, hermeneuein, yang berarti menafsirkan. ¹
Asal kata hermeneutik, dari kata hermes, dewa dalam mitolologi Yunani
C.
SEJARAH PRAGMATIK
Seorang
filosof yang bernama Charles Morris, memperkenalkan sebuah cabang ilmu yaitu
pragmatik. Pragmatik adalah kajian tentang hubungan tanda dengan orang yang
menginterpretasikan tanda itu (Moris, 1938: 6 dalam Levinson, 1997: 1).
Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah
pragmatik secara berbeda-beda. Yule (1996: 3), menyebutkan empat definisi
pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang
mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang
makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan
oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak
sosial yang membatasi partisipan yang terlib at dalam percakapan tertentu.
Thomas
(1995: 2) menyebut dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua
bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan
pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan
menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi
ujaran (utterance interpretation). Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan
mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi
antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan
linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran, ujaran
mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi
(meaning in interaction).
Menurut
pendapat Parker (1986) pragmatik adalah cabang linguistik yang mempel ajari
struktur bahasa secara eksternal, hal ini mempunyai maksud bagaimana satuan
lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya. Antara studi tata
bahasa dan pragmatik dibedakan menurut Parker.
Mey (1998),
seperti dikutip oleh Gunarwan (2004: 5), mengungkapkan bahwa pragmatik tumbuh
dan berkembang dari empat kecenderungan atau tradisi, yaitu: (1) kecenderungan
antisintaksisme; (2) kecenderungan sosial-kritis; (3) tradisi filsafat; dan (4)
tradisi etnometodologi.
Melalui
bukunya, How to Do Things with Words, Austin dapat dianggap sebagai pemicu
minat yang paling utama dalam kajian pragmatik. Sebab, seperti diungkap oleh
Marmaridou (2000: 1 (dalam Gunarwan 2004: 8)), sejak itu bidang kajian ini
telah berkembang jauh, sehingga kita dapat melihat sejumlah kecenderungan dalam
pragmatik, yaitu pragmatik filosofis (Austin, Searle, dan Grice), pragmatik
neo-Gricean (Cole), pragmatik kognitif (Sperber dan Wilson), dan pragmatik
interaktif (Thomas).
Austin, seperti dikutip oleh Thomas (1995:
29-30), bermaksud menyanggah pendapat filosof positivisme logis, seperti Russel
dan Moore, yang berpendapat bahwa bahasa yang digunakan sehari-hari penuh
kontradiksi dan ketaksaan, dan bahwa pernyataan hanya benar jika bersifat
analitis atau jika dapat diverifikasi secara empiris. Contoh.
Ada enam
kata dalam kalimat ini Presiden RI
adalah Soesilo Bambang Yoedoyono
Dari contoh di atas, dapat dipahami bahwa para filosof
yang dikritik Austin ini mengevaluasi pernyataan berdasarkan benar atau salah
(truth condition), yaitu, sesuai contoh di atas, kalimat (1) benar secara
analitis dan kalimat (2) benar karena sesuai dengan kenyataan. Persyaratan
kebenaran ini kemudian diadopsi oleh linguistik sebagai truth conditional
semantics (Thomas 1995: 30).
Austin
(dalam Thomas 1995: 31) berpendapat bahwa salah satu cara untuk membuat
pembedaan yang baik bukanlah menurut kadar benar atau salahnya, melainkan
melalui bagaimana bahasa dipakai sehari-hari. Melalui hipotesis performatifnya,
yang menjadi landasan teori tindak-tutur (speech-act), Austin berpendapat bahwa
dengan berbahasa kita tidak hanya mengatakan sesuatu (to make statements),
melainkan juga melakukan sesuatu (perform actions). Ujaran yang bertujuan
mendeskripsikan sesuatu disebut konstatif dan ujaran yang bertujuan melakukan
sesuatu disebut performatif. Yang pertama tunduk pada persyaratan kebenaran
(truth condition) dan yang kedua tunduk pada persyaratan kesahihan (felicity
condition) (Gunarwan 2004: 8). Contoh.
-
Dengan ini, saya nikahkan kalian (performatif)
-
Rumah Joni terbakar (konstatif)
-
Dalam
pengajaran bahasa, seperti diungkapkan Gunarwan (2004: 22), terdapat
keterkaitan, yaitu bahwa pengetahuan pragmatik, dalam arti praktis, patut
diketahui oleh pengajar untuk membekali pemelajar dengan pengetahuan tentang
penggunaan bahasa menurut situasi tertentu. Dalam pengajaran bahasa Indonesia,
misalnya, pengetahuan ini penting untuk membimbing pemelajar agar dapat
menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan situasinya, karena selain benar,
bahasa yang digunakan harus baik. Dalam pengajaran bahasa asing, pengetahuan
tentang prinsip-prinsip pragmatik dalam bahasa yang dimaksud penting demi kemampuan
komunikasi yang baik dalam bahasa tersebut.
Secara umum,
dapat disimpulkan bahwa kaitan antara pragmatik dan pengajaran bahasa adalah
dalam hal kompetensi komunikatif yang mencakup tiga macam kompetensi lain
selain kompetensi gramatikal (grammatical competence), yaitu kompetensi
sosiolinguistik (sociolinguistic competence) yang berkaitan dengan pengetahuan
sosial budaya bahasa tertentu, kompetensi wacana (discourse competence) yang
berkaitan dengan kemampuan untuk menuangkan gagasan secara baik, dan kompetensi
strategik (strategic competence) yang berkaitan dengan kemampuan pengungkapan
gagasan melalui beragam gaya yang berlaku khusus dalam setiap bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar