Studi linguistik
mengalami tahap perkembangan :
- Tahap spekulasi
Pernyataan-pernyataan
tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris, melainkan pada
cerita rekaan belaka. Contohnya, pernyataan Andreas Kemke, ahli
filologi dari Swedia abad ke-17 menyatakan bahwa Nabi Adam dulu di
surga berbicara dalam bahasa Denmark. Sedangkan ular berbicara dalam
bahasa Perancis. Hal itu tidak dapat dibuktikan karena tidak ada
bukti empiris.
- Tahap klasifikasi dan observasi
Para ahli bahasa
mengadakan pengamatan terhadap bahasa-bahasa yang diselidiki tetapi
belum pada tahap merumuskan teori, maka dari itu tahap tersebut belu
dikatakan bersifat ilmiah.
- Tahap perumusan teori
Bahasa yang diteliti
bukan hanya diamati dan diklasifikasi, tapi telah dibuatkan
teori-teorinya.
- Linguistik Tradisional
Bahasa tradisional
dan bahasa stuktural sering dipertentangkan, sebagai akibat dari
pendekatan keduanya yang tidak sama terhadap hakikat bahasa. Tata
bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan
semantik, sedangkan tata bahasa stuktural berdasarkan struktur atau
cirri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Tata bahasa
tradisional mengatakan kata kerja adalah kata yang menyatakan
tindakan, sedangkan tata bahasa structural menyatakan kata kerja
adalah kata yang dapat berdistribusi dengan frase “dengan…”
- Linguistik zaman Yunani
Masalah pokok
kebahasaan yang menjadi pertentangan para linguis pada Zaman Yunani
adalah
1) Pertentangan
antara fisis
dan nomos
Bersifat fisis,
maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam
prinsip-prinsip abadi dan tidak diganti diluar manusia itu sendiri.
Yang menganut paham ini adalah kaum naturalis.
Kaum konvensional
berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi (nomos), artinya
makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi/ kebiasaan
yang kemungkinan bias berubah.
2) Pertentangan
antara analogi dan anomaly
Kaum analogi antara
lain Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa bersifat
teratur, sehingga orang dapat menyusun tata bahasa. Misalnya,
boy>>boys, book>>books, dan lain-lain. Kelompok anomali
berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Misalnya, child menjadi
children, bukan childs.
Jadi, kaum anomaly
sejalan dengan kaum naturalis dan kaum analogi sajalan dengan kaum
konvensional.
Kaum yang berperan
besar dalam studi bahasa pada Zaman Yunani, adalah
a. Kaum Sophis
Mereka melakukan
kerja secara empiris, melakukan kerja secara pasti, mementingkan
bidang retorika dalam studi bahasa, membedakan tipe-tipe kalimat
berdasarkan isi dan makna. Tokohnya yaitu Protogoras, membagi kalimat
menjadi kalimat narasi, Tanya, jawab, perintah, laporan, doa, dan
undangan.
- Plato
Jasa Plato dalam
studi bahasa adalah, dia memperdebatkan analogi dan anomaly serta
mengemukakan masalah alamiah dan konvensional. Plato orang pertama
yang membedakan kata dalam onoma dan rhema
- Aristoteles
Menurut Aristoteles
ada 3 macam kelas kata, yaitu onoma, rhema, syndesmoi. Onoma dan
rhema merupakan anggota logos, yaitu kalimat atau klausa. Sedangkan
syndesmoi lebih kurang sama dengan kelas preposisi dan konjungsi yang
kita kenal sekarang.
- Kaum Stoik
Mereka
membedakan studi bahasa secara logika dan tata bahasa.
Menciptakan
istilah-istilah khusus untuk studi bahasa.
Membedakan
tiga komponen utama dari studi bahasa.
Membedakan
legein dan propheretal.
Membagi jenis
kata menjadi empat,
Membedakan
kata kerja komplet, tak komplet, aktif dan pasif.
- Kaum Alexandrian
Cikal bakal tata
bahasa tradisional berasal dari buku Dionysius Thrax yang lahir pada
masa kaum Alexandrian.
- Linguistik Zaman Romawi
Studi
bahasa pada zaman Romawi dapat dianggap kelanjutan dari zaman Yunani.
Tokoh pada
Zaman Romawi, antara lain:
· Varro dengan
karyanya De
Lingua Latina
Dalam buku ini
terdiri dari 25 jilid. Buku ini dibagi-bagi dalam bidang:
ü Etimologi: cabang
lingustik yang menyelidiki asal-usulkata beserta artinya.
ü Morfologi: cabang
linguistic yang mempelajari kata dan pembentukannya.
· Priscia dengan
karyanya Institutionses
Grammaticae.
Buku tata bahasa
Priscia ini terdiri dari 18 jilid ( 16 jilid mengenai morfologi dan 2
jilid mengenai sintaksis).
ü Fonologi, dalam
bidang ini membicarakan litterae, yaitu bagian terkecil dari bunyi
yang dapat dituliskan.
ü Morfologi, dalam
bidang ini membicarakan mengenai dictio atau kata, yaitu bagian
minimum sebuah ujaran dan diartikan terpasah dalam makna sebagai satu
keseluruhan.
ü Sintaksis,
membicarakan oratio, yaitu tata susun kata yang berselaras dan
menunjukan kalimat itu selesai.
LINGUISTIK ZAMAN
PERTENGAHAN
Studi bahasa pada
Zaman Pertengahan, antara lain,
- Peranan Kaum Modistae, membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos, dan pertentangan antara analogi dan anomali.
- Tata bahasa spekulativa, kata tidak secara langsung mewakili alam dari benda yang ditunjuk.
- Petrus Hispanus, membedakan pengertian pada bentuk akar dan pengertian yang dikandung oleh imbuhan-imbuhan. Da juga membedakan nomen atas 2 macam, membedakan partes orationes atas categorematik dan syntategorematik.
Abad Renaisans
Linguistik Arab pada
Zaman Renaisans berkembang pesat karena kedudukan bahasa Arab sebagai
batasan kitab suci agama islam (Al Quran).
Dari Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Zaman
Renaisans
adalah zaman kelahiran-kembali (Renaissance, bahasa Perancis)
kebudayaan Yunani-Romawi
di Eropa
pada abad ke-15 dan ke-16 M.[1][2]
Sesudah mengalami
masa kebudayaan tradisional yang sepenuhnya diwarnai oleh ajaran
kristiani.[1]
Namun, orang-orang kini mencari orientasi dan inspirasi baru sebagai
alternatif bagi kebudayaan Yunani-Romawi sebagai satu-satunya
kebudayaan lain yang mereka kenal dengan baik.[1]
Kebudayaan klasik ini juga dipuja dan dijadikan model serta dasar
bagi seluruh peradaban manusia.[1][3]
Latar Belakang
Kebudayaan
Yunanni-Romawi adalah kebudayaan yang menempatkan manusia sebagai
subjek utama.[1][4]
Filsafat
Yunani,
misalnya menampilkan manusia sebagai makhluk yang berpikir
terus-menerus memahami lingkungan alamnya dan juga menentukan
prinsip-prinsip bagi tindakannya sendiri demi mencapai kebahagiaan
hidup (eudaimonia).[1][5]
Kesustraan Yunani, misalnya kisah tentang Odisei karya penyair Yunani
Kuno, Homerus,
menceritakan tentang keberanian manusia menjelajahi suatu dunia yang
penuh dengan tantangan dan pengalaman baru.[1]
Arsitektur ala Yunani-Romawi mencerminkan kemampuan manusia dalam
menciptakan harmoni dari aturan hukum, kekuatan, dan keindahan.[1][6]
Selain itu,
kemampuan bangsa Romawi dalam bidang tehnik dan kemampuan
berorganisasi pantas mendapatkan acungan jempol.[1]
Semua ini jelas menunjukkan bahwa kebudayaan Yunani-Romawi memberikan
tempat utama bagi manusia dalam kosmos.[1]
Suatu pandangan yang biasa disebut dengan ''Humanisme
Klasik''.[1]
Humanisme Klasik
Kebudayaan Raissans
ditujukan untuk menghidupkan kembali Humanisme
Klasik
yang sempat terhambat oleh gaya berpikir sejumlah tokoh Abad
Pertengahan.[1]
Hal ini memiliki kaitan dengan hal yang tadi dijelaskan.[1]
Apabila dibandingkan dengan zaman Klasik yang lebih menekankan
manusia sebagai bagian dari alam atau polis (negara-negara kota atau
masyarakat Yunani Kuno).[1]
Humanisme Renaissans jauh lebih dikenal karena penekanannya pada
individualisme.[1]
Individualisme yang menganggap bahwa manusia sebagai pribadi perlu
diperhatikan.[1]
Kita bukan hanya umat manusia, tetapi kita juga adalah
individu-individu unik yang bebas untuk berbuat ssuatu dan menganut
keyakinan tertentu.[1]
Kemuliaan manusia
sendiri terletak dalam kebebasannya untuk menentukan pilihan sendiri
dan dalam posisinya sebagai penguasa atas alam (Pico
Della Mirandola).[1]
Gagasan ini mendorong munculnya sikap pemujaan tindakan terbatas pada
kecerdasan dan kemampuan individu dalam segala hal.[1]
Gambaran manusia di sini adalah manusia yang dicita-citakan Humanisme
Renaissans adalah manusia universal (Uomo
Universale).[1]
Daftar tokoh
besar pada masa Renaisans
Bidang
seni dan budaya
- Albrecht Dührer (1471-1528)
- Desiserius Eramus (1466-1536)
- Donatello
- Ghirlandaio
- Hans Holbein (1465-1506)
- Hans Memling (1430-1495)
- Hieronymus Bosch (1450-1516)
- Josquin de Pres (1445-1521)
- Leonardo da Vinci (1452-1519)
- Lucas Cranach (1472-1553)
- Michaelangelo (1475-1564)
- Perugino (1446-1526)
- Raphael (1483-1520)
- Sandro Botticelli (1444-1510)
- Tiziano Vecelli (1477-1526)
Sejarah Aliran Linguistik 4 (akhir)
Zaman
Renains
Zaman Renains dianggap sebagai zaman pembukaan abad pemikiran abad
modern. Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans
ini yang menonjol yang perlu dicatat, yaitu: (1) selain menguasai
bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa
Yunani, bahasa Ibrani, dan bahasa Arab; (2) selain bahasa Yunani,
Latin, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat
perhatian dalam bentuk pembahasan , penyusunan tata bahasa dan malah
juga perbandingan.
Menjelang
Lahirnya Linguistik Modern
Sejak awal telah disebut-sebut bahwa Ferdinand De Saussure
dianggap sebagai Bapak Linguistik Modern. Masa antara lahirnya
linguistik Modern dengan masa berakhirnya zaman renaisans ada satu
tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa. Tonggak yang
dianggap sangat penting itu adalah dinyatakannya adanya hubungan
kekerabatan antara bahasa sansakerta dengan bahasa Yunani, Latin dan
bahasa-bahasa Jerman lainnya. Hal tersebut dikemukakan oleh Sir
Wiliam Jones dari East India Company dihadapan The Royal Asiatic
Society di Kalkuta pada tahun 1786. Pernyataan Sir William Jones itu
telah membuka babak baru sejarah linguistik, yakni dengan
berkembangnya studi linguistik bandingan atau linguistik histories
komparatif; serta studi mengenai hakikat bahasa secara linguistik
terlepas dari masalah Yunani Kuno.
Bila kita simpulkan pembicaraan mengenai linguistic tradisional di
atas, maka secara singkat dapat dikatakan, bahwa:
- Pada tat bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahasa tulisan. Oleh karena itu, deskripsi bahasa hanya tertumpu pada bahasa tulisan.
- Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari bahasa lain, terutama bahasa Lati.
- Kaidah-kaidah bahasa dibuat secara presfektif, yakni benar atau salah.
- Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika.
- Penemuan-penemuan atau kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan.
Linguistik
Strukturalis
Ferdinand de
Saussure
merupakan Bapak Linguistik Modern. Bukunya yang berjudul Course de
Linguistique Generale, memuat pandangan mengenai konsep: telaah
sinkronik, perbedaan langue dan parole, perbedaan significant dan
signifie, hubungan sintagmatik dan paradigmatik.
Hubungan sintagmatik
adalah hubungan antara unsure-unsur yang terdapat dalam suatu
tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear.
Hubungan
paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam
suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam
tuturan yang bersangkutan.
Dalam bidang
fonologi aliran Praha
membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik
mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari
fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem.
Yang dimaksud tema
dan rema dalam analisis sintaksis menurut aliran Praha , yaitu tema
adalah apa yang dibicarakan, sedangkan rema adalah apa yang dikatakan
mengenai tema.
Tokoh aliran
Glosematik
antara lain, Louis Hjemslev, analisis bahasa dimulai dari wacana
kemudian ujaran itu dianalisis atas konstituen yang mempunyai
hubungan para digmatis dalam rangka forma, ungkapan, dan isi.
Aliran Firthian
dengan tokohnya John R Firth terkenal dengan studi fonologi prosodi,
yaitu suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis.
Pokok-pkok pandangan
Linguistik
Sistematik (SL)
yang dikembangkan oleh M.A.K Halliday, yaitu
1. SL memberikan
perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa.
2. SL memandang
bahasa sebagai pelaksana.
3. SL mengutamakan
pemerian ciri-ciri bahasa tertentu beserta variasi-variasinya.
4. SL mengenal
adanya gradasi atau kontinum.
5. SL menggambarkan
tiga tataran utama bahasa.
Aliran strukturalis
yang dikembangkan Bloomfield
sering
disebut aliran taksonomi, karena aliran ini menganalisis dan
mengklasifikasikan unsur-unsur bahasa berdasarkan hubungan
hierarkinya.
Menurut Aliran
tagmemik,
satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem, yaitu korelasi antara
fungsi slotl dengan sekelompok bentuk kata yang dapat saling
dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.
Linguistik
Transformasional dan Aliran-aliran Sesudahnya
1.
Tata Bahasa Transformasi
Dalam
buku Noam Chomsky yang berjudul Syntatic Structure pada tahun 1957,
dan
dalam buku Chomsky yang kedua yang berjudul Aspect of the Theory of
Syntax
pada
tahun 1965. mengembangkan model tata bahasa yaitu transformational
generative
grammar,
dalam bahasa Indonesia dsebut tata bahasa transformasi atau bahasa
generatif.
Tujuan
penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa
tersebut. Bahasa
dapat
dianggap sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari deretan bunyi
yang
mempunyai
makna maka haruslah dapat menggambarkan bunyi dan arti dalam bentuk
kaidah
– kaidah yang tepat dan jelas. Syarat untuk memenuhi teori dari
bahasa dantata
bahasa
yaitu
1.
kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima
oleh pemakai
bahasa
tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat – buat.
2.
tata bahasa tersebut terus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan
atau istilah
tidak
berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja dan semuanya ini harus
sejajar
dengan
teori linguistic tertentu.
Konsep
language dan paroleh dari de sausure, Chomsky membedakan adanya
kemampuan
(kompeten) dan perbuatan berbahasa (performance). Jadi objeknyaadalah
kemampuan.
Seorang peneliti bahasa harus mampu menggambarkan kemampuan si
pemakai
bahasa untuk mengerti kalimat yang tidak terbatas jumlahnya, yang
sebagian
besar,
barangkali, belum pernag didengarnya atau dilihatnya. Kemampuan
membuat
kalimat
– kalimat baru disebut aspek kreatif bahasa
Dalam
buku Tata Bahasa Transformasi lahur bersamaan dengan terbitnya buku
Syntatic
Structure tahun 1957. buku ini sering disebut “ Tata Bahasa
Transformasi Klasik
“.
Kemudian
disusul aspect of the theory of syntax dalam buku ini Chomsky
menyempurnakan
teorinya mengenai sintaksis dengan mengadakan beberapa perubahan
yang
prinsipil. Tahun 1965 dikenal dengan standar teori, kemudian tahun
1972 diberi
nama
Extended Standard Theory, tahun 1975 diberi nama Revised Extended
Standard
Theory.
Terakhir buku ini direvisi dengan nama Government and Binding Theory.
Dari
kesimpulan tersebut terdiri dari 3 komponen :
1.
komponen sintetik
2.
komponen semantik
3.
komponen fologis
2.
Semantik Generatif
Menurut
semantic generatf, sudah seharusnya semantic dan sintaksis diselidiki
bersama
sekaligus karena keduanya adalah satu. Struktur semantic itu serupa
dengan
struktur
logika. Struktur logika itu tergaqmbar sebagai berikut :
Proposisi
Predikat
Argumen 1 Argumen 2
Menurut
teori semantic generatif, argument adalah segala dssesuatu yang
dibicarakan;
sedangkan predikat itu semua yang menunjukan hubungan,
perbuatan,sifat ,
keanggotaan,
dan sebagainya.
3.
Tata Bahasa Kasus
Tata
bahasa kasus diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore. Fillmore membagi
kalimat
atas :
1.
Modalitas, yang berupa unsure negasi, kala, aspek, dan adverbia.
2.
Proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah
kasus.
Kalimat
modalitas
proposisi
negasi
kala
aspek
adverbial
verba
kasus 1 kasus 2 kasus 3
Yang
dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalh hubungan antara verba
dengan
nomina.
Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan
argument
dalam
teori semantic generatif.
4.
Tata Bahasa Relasional
Sama
halnya dengan tata bahasa transformasi, tata bahasa relasional juga
berusaha
mencari kaidah kesemestaan bahasa. Dalam hal ini tata bahasa
relasional
banyak
menyerang tata bahasa transformasi, karena menganggap teori-teori
tata bahasa
transformasi
tidak dapat diterapkan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa inggis.
Tentang Linguistik
di Indonesia
8.4.1
Sebagai negri yang sangat luas yang dihuni oleh berbagai suku bangsa
dengan berbagai bahasa daerah yang berbeda pula, maka Indonesia
sudah lama menjadi medan penelitian linguistik. Pada awalnya
penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan
Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintah kolonial.
Pada akhir abad ke 19 dan abad ke20 pemerintah kolonial sangat
memerlukan informasi mengenai bahasa-bahasa yang ada di bumi
Indonesia untuk melancarkan jalannya pemerintahan kolonial di
Indonesia, di samping untuk kepentingan lain, seperti penyebaran
agama Nasrani. Penelitian pada zaman kolonial itu kebanyakan hanya
bersifat observasi dan klasifikasi, belum bersifat ilmiah, karena
belum merumuskan teori. Namun kalau kita lihat hasil penelitian yang
dilakukan dilakukan oleh sarjana seperti Van Der Teux, Bransdstetter,
Dempwolf dan Kem, tampaknya mereka telah melampaui batas tahap
observasi dan klasifikasi itu sebab mereka telah juga mermuskan
sejumlah teori misalnya mengenai sistem bunyi bahasa-bahasa yang ada
di nusantara. Ingat saja akan apa yang disebut “ Hukum Van Der
Tuuk” atau “Hukum R-D-L”.
8.4.2
Konsep-konsep linguistik modern seperti yang dikembangkan oleh
Ferdinand de Saussure sudah bergema sejak awal abad XX. Konsepnya
kemudian disusul oleh berbagai teori dan aliran seperti
strukturalisme Bloomfield pada tahun 30-an dan teori generatif
tranformasi pada tahun 50-an. Namun tampaknya gema konsep linguistik
modern itu baru tiba di Indonesia pada akhir sekali tahun lima
puluhan. Pendidikan formal linguistik di fakultas sastra ( yang
jumlahnya juga belum seberapa) dan dilembaga-lembaga pendidikan guru
sampai akhir tahun lima puluhan masih terpaku pada konsep-konsep tata
bahasa tradisional yang sangat bersifat normatif. Perubahan baru
terjadi, lebih cepat disebut perkenalan dengan konsep-konsep
linguistik modern, kiranya sejak kepulauan sejumlah linguis Indonesia
dari Amerika seperti Anton M. Moeliono dan T.W.Kamil. Kedua beliau
inilah kiranya yang pertama-tama memperkenalkan konsep fonem, morfem,
frase, dan klausa dalam pendidikan formal linguistik di Indonesia.
Sebelumnya konsep-konsep tersebut sebagai satuan langual belum
dikenal. Yang dikenal hanyalah satuan kata dan kalimat.
8.4.3
Sejalan dengan perkembangan dan makin semaraknya studi linguistik
yang tentu saja dibarengi dengan bermunculanya linguis-linguis
indonesia, baik yang tamatan luar negri maupun dalam negri, maka
semakin dirasakanperlunya suatu wadah untuk berdiskusi, bertukar
pengalaman dan mempublikasikan hasil penelitian yang telah
dilakukan. Begitulah pada tanggal 15 November 1975, atas prakarsa
sejumlah linguis senior, berdirilah organisasi kelinguistikan yang
diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia(MLI). Tiga tahun sekali
MLI mengadakan musyawarah nasional. Tahun 1983 MLI menerbitkan
sebuah jurnal yang diberi nama Linguistik Indonesia. Jauh sebelum
terbitnya Jurnal Linguistik Indonesia sebenarnya di Indonesia sudah
ada majalah linguistik yang menggunakan bahasa pengantar bahasa
inggris. Majalah ini dikenal dengan nama NUSA dirintis penerbitnya
adalah oleh Prof.Dr.J.M.W. Verhar SJ dan dieditori oleh sejumlah
linguis indonesia antara lain, Amran Halim, Soenjono Dardjowidjojo,
Ignatius Soeharno dan Soepomo Poedjosoedarmo. Selain kedua majalah
diatas ada pula majalah Bahasa dan Sastra serta Pengajaran Bahasa dan
Sastra, yang sayang sekali ketika bab ini ditulis, sudah tidak terbit
lagi. Satu majalah lagi, tetapi yang lebih mengkhususkan pada
pembinaanbahasa nasional Indonesia adalah Majalah Pembinaan Indonesia
yang diterbitkan oleh organisasi profesi Himpunan Pembina Bahasa
Indonesia(HPBI) sejak tahun 1980.
8.4.4
Penyelidikan terhadap bahasa-bahasa daerah Indonesia dan bahasa
nasional Indonesia, banyak pula dilakukan orang diluar indonesia.
Universitas Leiden di Negeri Belanda telah mempunyai sejarah panjang
dalam penelitian bahasa-bahasa nusantara. Disana antara lain ada
Uhlenbeck dengan kajiannya yang sangat luas terhadap bahasa jawa, ada
Voorhove, Teeuw, Rolvink, dan terakhir Grijns dengan kajian dialek
Jakartanya. Di London ada Robins dengan kajian bahasa sundanya.
Begitu juga di Amerika, di Jerman, di Italia, di Rusia dan di
Australia banyak dilakukan kajian tentang bahasa-bahasa indonesia.
8.4.5
Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan,
dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat
sentral dalam kajian linguistik dewasa ini, baik didalam negri maupun
diluar negeri. Berbagai segi dan aspek bahasa telah dan masih menjadi
kajian yang dilakukan oleh banyak pakar dengan menggunakan berbagai
teori dan pendekatan sebagai dasar analisis. Secara nasional bahasa
indonesia telah mempunyai sebuah buku tata bahasa baku dan sebuah
kamus besar yang disusun oleh para pakar yang handal.
Pada awalnya
penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan
Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintahan klonial.
Analisis bahasa dalam studi linguistik di Indonesia pada masa itu
masih bersifat sederhana. Konsep-konsep linguistik modern yang
dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure sudah bergema sejak awal abad
XX. Namun, gema konsep linguistik modern itu baru tiba di Indonesia
akhir sekali tahun lima puluhan.
Atas prakarsa
sejumlah linguis senior, berdirilah organisasikelinguistikan yang
diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI).
Bahasa Indonesia
tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ni,
baik dalam negeri maupun luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar