Senin, 22 Desember 2014

Slametan MItoni atau Tingkeban



Selamatan mitoni atau ningkebi orang hamil dilaksanakan ketika kehamilan sudah menginjak usia tujuh bulan. Persediaan yang harus ada adalah tumpeng, procot, bubur merah putih atau disebut bubur sengkolo, sego (nasi) golong, rujak sepet ( dari sepet sabut kelapa muda ), cengkir gading dll.Semua ‘uborampe’ tersebut juga merupakan doa bil isyaroh, doa dengan perlambang. Perlambang-perlambang itu antara lain sebagai berikut :

Tumpeng. Tumpeng atau buceng merupakan nasi yang dibentuk menyerupai kerucut, membentuk seakan-akan gunung kecil. Ini merupakan lambang permohonan keselamatan. Bagi masyarakat melambangkan kekokohan, kekuatan dan keselamatan.

Procot. Sejenis makanan terbuat dari ketan yang dibungkus daun pisang bulat memanjang. Dinamakan dengan procot dengan harapan lahirnya si bayi kelak ‘procat-procot’, mudah maksudnya.

Bubur sengkolo. Bubur sengkolo itu merupakan bubur dengan warna merah dan putih. Merupakan lambang dari bibit asal-muasal kejadian manusia selepas Bapa Adam dan Ibu Hawa, yaitu diciptakan Allah melalui perantaraan darah merah dan darah putih dari ibu bapak kita. Harapan dari bubur sengkolo adalah mudah-mudahan yang punya hajad itu ‘kalis ing sambikolo’ terlepas dari segala bahaya, baik bayinya maupun keluarganya.

Sego atau nasi golong. sego golong merupakan doa agar rejekinya ‘golong-golong’ artinya banyak berlimpah ruah.

Rujak. Dari kirotobosonya menimbulkan arti ’saru yen diajak’ artinya tidak patut lagi kalau si istri yang lagi hamil tua itu diajak ‘ajimak-saresmi’ lagi demi menjaga si jabang bayi dalam kandungan.

Cengkir. Ngencengake pikir artinya membulatkan tekad untuk kelak menyambut kehadiran sang anak yang merupakan ‘titipan Ilahi’. Tekad untuk apa saja ? Ya tekad untuk memelihara dan mendidik hingga menjadi anak yang berbudi pekeri luhur.

 Slametan mitoni selalu harus diadakan pada hari setu wage (sabtu wage) dalam bulan ketujuh umur kandungan, yang mengandung persamaan dengan istilah metu age atau “lekas keluar”. Biasanya di desa saya merayakan suatu slametan mitoni untuk anak pertama, seringkali mengadakan pertunjukkan wayang kulit semalam suntuk.
 Cerita lakon yang di pertunjukkan pada perayaan mitoni biasanya mengenai kelahiran salah seorang pandawa atau seorang raja atau tokoh keramat dalam cerita wayang. Selain itu juga ada yang Mengadakan pertunjukkan perjanjen, yaitu nyanyian – nyanyian islam, pada suatu perayaan tingkeban. Sejak diadakan upacara mitoni, seorang calon ibu harus mematuhi berbagai syarat dan pantangan, seperti mencuci rambutnya seminggu sekali dengan air merang yang sudah diberi kekuatan gaib dengan ucapan mantera mantera. Kecuali itu seorang wanita hamil juga harus minum jamu setiap minggu, dan air tajin setiap hari, adapun larangan untuk makan berbagai makanan tertentu seperti telur, ayam muda, buah “kepel”, udang , ikan, yang berpatil dan buah buah yang letak bijinya melintang sebenarnya sudah di mulai sejak awal kehamilannya. Buah buahan denagna biji yang tersusun melintang dianggap dapat mempengaruhi letak yang salah dari sijabang bayi. Karena itu larangan untuk makan buah semacam itu dapat menghindari kemungkinan terjadinya letak yang salah.
Kecuali memperhatikan pantangan – pantangan tersebut,seorang calaon ayah dan ibu juga harus berhati-hati , dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang seperti diatas. Jika tak disengaja terjadi pelarangan atas salah satu pantangan , maka calon ayah dan ibu yang bersangkutan harus segera mengucapkan “ nyuwun sewu jabang bayi” untuk menghapus kesalahannya. Dalam kesembilan dari kehamilan diadakan suatu selametan lagi, yaitu selametan mumuli sedherek. Untuk menghormati saudara-saudara kembar anak yang belum lahir itu. Toya kawah ( air ketuban ) secara perlambang dianggap sebagai sedherek  sepuh ( saudara kandung yang lebih tua ), sedangkan ari-ari dianggap sebagai sederek enem   ( adik ). Orang jawa menganggap  kedua itu memiliki jiwa sendiri-seendiri, yang kelak akan menjadi roh pelindung bagi bayi yang lahir bersamanya. Selama beberapa minggu sebelum melahirkan, si calon ibu harus minum jamu temulawak tiga kali sehari.

Demikianlah serba sedikit tentang berbagai tradisi yang masih hidup di desa saya. Semua itu ternyata merupakan doa dengan kiasan perlambang atau doa bil isyarah. Jadi jangan cepat-cepat memfonis tahayul dan sebagainya. Karena para leluhur Jawa dahulu memang penuh kehalusan dalam ‘pasemon’ untuk mengungkapkan isi hati. Dari sifat itulah yang kemudian banyak menghasilkan berbagai hasil budaya yang adiluhung misalnya karya batik, wayang kulit, berbagai tembang dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar